Setelah minggu lalu dengan gagah perkasa super sombong menolak saran sang psikolog untuk melanjutkan review konsultasi dengan nya dua minggu setelah pertemuan kami, saat ini (seminggu kemudian) saya kembali bertemu dengan si stress. This is not my first experience doing a master thesis.. tapi kenapa jauh berbeda ya..? Dulu saya tak pernah merasakan pressure sebesar ini. Mengerjakannya pun santai sekali dan sang supervisor (dahulu) yang lebih sering menanyakan perkembangan saya karna saya tak kunjung jua mengirimkan draft tulisan.
Jika saya menyimpulkan penyebabnya karena topik yang saya kerjakan saat ini tidak familiar, dahulu bahkan lebih baru lagi bagi saya. Mungkin lebih tepat jika saya simpulkan dahulu saya punya banyak waktu untuk mengalihkan perhatian dari stress. Saya tak punya jadwal untuk ke "kantor"setiap harinya. Jika saya mulai merasa stress saya bisa dengan gampangnya mengalihkan perhatian ke film atau tidur. Sekarang ini saya seharian harus di workstation, didepan komputer, membaca literature yang semakin membuat saya meragukan rencana penelitian saya dan semakin membuat saya merasa tak mengerti apa-apa di topik ini.
Seperti biasa, jika sudah mulai stress, maka kebala saya akan berat, tanpa sadar bernafas pendek-pendek dan badan menjadi sangat tense. Setelah berusaha mengaplikasikan petunjuk sang psikolog, menyadari bahwa semua ini cuma alarm dari salah satu sudut otak saya endiri, dan dengan sudut lainnya saya bisa melabeli serta mengidentifikasi nya. Masalahnya si otak yang sama kemudian menganalisa bahwa "alarm" itu memang patut untuk diperhatikan. Jadi upaya pengalihan stress tetap tidak sukses. Sekurangnya hal itu dapat kembali membawa nafas saya ke normal rate.
Upaya kedua saya untuk memadamkan "alarm"ini adalah dengan menuliskan hal yang membuat saya takut, cemas dan berujung stress ini. Mengambalikan pikiran saya ke fokus utama penelitian, masalah yang membuat saya cemas dan belum mengerti, dan apa yang bisa saya lakukan terhadap itu. Jalan ini membawa saya ke sudut lain permasalan.. "saya malas / malu / tidak pede untuk melakukan hal yang seharusnya saya lakukan untuk mengatasi malasah ini". Dan sengan suksesnya membuat saya kembali stress. Tapi sekurang ini membawa saya kembali menyadari apa yang membuat kepala saya berat. Tidak hanya bingung tak mau memikirkan apa yang menjadi masalah dan pusing sendiri dengan kondisi fisik yang memburuk (refering to my body tense and headache).
Saya pikir dengan menulis disini, merefleksikan apa yang terjadi, juga akan membantu saya mengatasi stress ini. Tapi sepertinya ini juga kontra produktive. Sama sekali tak membantu. Saya kembali stress. Satu-satunya jalan yang sepertinya cukup sukses mengatasi masalah ini untuk sementara adalah dengan mengabaikannya. Tidak memikirkannya sama sekali dan memikirkan hal lain. Dan akhirnya apa? Saya tak mengerjakannya? Bukannya malah akan memperburuk keadaan nanti?
Dalam usaha mengidentifikasi penyebab "kepanikan"ini, saya menyadari bahwa saya tak begitu puas dengan experimental design and research arrangement nya. Saya butuh masukan dari si supervisor yang tak jua memberi feedback dan saya sebel dengan diri sendiri yang tak mau menanyakannya lagi karena kecemasan yang tak beralasan. Ah sudahlah... lets just continue wasting my day.