Sunday, June 10, 2012

Imaji

Sepertinya saya dari kecil kebanyakan baca novel. Jadi pikirannya teracuni plot novel. Dimana setiap kisah harus mengalami pahit getir kehidupan terlebih dahulu dengan segala ke-lebay-an nya (maaf saya tidak menemukan kosakata yang lebih baik :D ) sebelum kemudian dapat berbahagia. Dan tidak semua cerita pula yang berakhir bahagia. Sedihnya.

Ow ya.. Dramatis. Itu kata yang dari tadi berusaha saya keluarkan dari kepala. Segala sesuatu nya dramatis. Baik itu untuk kesulitan, kesenangan, ending, bahkan problem solving nya juga dramatis. Oh.. I love how everything has to be happens in front of audiences. At least in front of me as a reader.

Dramatis.. dramatis...
Sebagai penggila novel dari kecil, tak heran juga dunk kalau saya juga pemimpi sejati. Saya suka mengimajinasikan peristiwa yang akan terjadi di hidup saya dengan sangat dramatis. Bagaimana sewaktu SD saya sangat suka mengimajinasikan berbagai pencapaian sebagai anak SD. Dan saya tidak suka akan fakta bahwa saya tidak selamanya berada di SD. Kadang saya menghitung waktu yang tersisa (sebagai anak SD) untuk mewujudkan imaji yang saya ciptakan (tentu saja sangat dramatis dan tak mungkin terjadi di kehidupan nyata). Hal yang sama juga terjadi sewaktu saya SMP, tentu saja lebih kreatif dibanding imaji anak SD tapi dengan tetap dengan tema yang sama : "dramatis dan tidak akan mungkin terjadi di kehidupan nyata saya"

Kebiasaan ini hilang tak berbekas sewaktu saya menginjak SMA. Saya terlalu sibuk untuk berdamai dengan kehidupan nyata saya hingga tak ada waktu untuk menciptakan dunia kehidupan kedua. Dan sayang nya berlanjut hingga kuliah.

Setelah bekerja?
Entah karena kehidupan yang kembali membosankan atau karena saya kembali ke lingkungan lama, otak saya menciptakan dunia sendiri. Sebuah movie, dengan saya sebagai tokoh utama, dan banyak orang sebagai audiences.

Temanya?
Masih sama :) Dramatis.. Ya!
Dan tak mungkin terjadi dikehidupan saya??  hmmmmm....

Ternyata tak ada yang tidak mungkin. Saya mengalami nya. Semua derita semua kesusahan sang tokoh utama. Bedanya, tak seperti yang di imaji saya atau di novel2. Semua itu tidak "keren" semua itu tidak "seru" semua itu tidak "mengagumkan".

Tokoh utama yang menderita untuk mencapai tujuannya di alam nyata tak se-heroik di cerita. Di setiap cerita kita tahu bahwa sang tokoh utama akan selamat, akan mencapai tujuannya dan akan bahagia, sepahit apapun derita yang harus dia lalui terlebih dahulu.

Sementara di alam nyataa.. sang tokoh tak pernah tau dia harus terus berjuang ataulah pasrah. Harus merebut, bertahan, atau harus melepaskan. Dan kadang penat menyapa meninabobokan. Membisikkan rayuan untuk menyerah dan pasrah pada nasib. Menghentikan perjuangan dan berdamai dengan hati.

Dan tak ada audience untuk semua drama kehidupan itu. Yang lebih dramatis dari cerita di novel.


No comments: