Friday, July 25, 2014

Konsultasi ke Psikolog

Menurut saya... ada yang kurang rasanya kalau belum mencoba konsultasi dengan psikolog dengan keluhan stress karena beban kuliah. Kesannya saya benar-benar student yang berdedikasi tinggi untuk kemajuan studi hingga stress dibuatnya. Walau niat utama kesini tak laen adalah untuk jalan-jalan melihat eropa.

Jadi alkisah sebulan yang lalu saya merasa sudah waktunya mencari orang lain untuk berbagi  ikut mendengarkan cerita saya tentang kehidupan sehingga saya tidak stress sendiri. Tentu saja stress ini saya sendiri yang mengkategorikan sudah cukup parah dan butuh bantuan. Padahal tidak ada niat untuk lompat dari jendela atau berbagai keputusan bodoh lainnya selain hanya ingin tidur.

Singkat cerita, karena masa liburan musim panas, saya baru berkesempatan bertatap muka dengan si ibu psikolog tadi, sebulan kemudian dari email pengaduan saya minta waktu berkonsultasi. Bayangan saya tentang ruag kerja psikolog tentu saja berdasarkan tipuan film-film dan serial tv US. Yang tempatnya luas nyaman dengan kursi besar hingga si pasien bisa tiduran sambil bercerita masalahnya. Trus si psikolog berkali-kali mananyakan "how do you feel about that..?"

Get ready people.. kenyataannya tidak seperti itu!
Ruangannya seeprti ruang kerja biasa. Dengan kursi dan meja seperti akan berdiskusi dengan dosen. Dan tidak ada bahasan soal perasaan, setelah mengetahui pencetus stress, bahasan berikutnya adalah hal ilmiah tentang fungsi otak manusia. Jadi satu jam waktu saya lebih banyak dihabiskan mendengarkan penjelasan dari si psikolog dibanding membahas how fo I feel... Bahasan tentang itu cuma di 10 menit pertama hanya untuk mengetahui masalah apa yang saya hadapi. Dan sebelum waktu konsultasipun saya sudah mengisi sebuah form yang didalamnya juga menjawab pertanyaan masalah apa yang sedang saya hadapi. Jadi sebelum bertemu saya pun si psikolog telah tau masalahnya. Dan seperti yang saya ceritakan, tak ada waktu panjang lebar berkeluh kesah disana. 

Diakhir session kita, si psikolog bertanya apakah saya menginginkan langsung dijadwalkan next sesion dua minggu dari sekarang atau saya akan mengirimkan emial jika membutuhkan dia lagi. Tentu saja saya memilih opsi kedua, walau opsi pertama terdengar cukup menggiurkan bagi saya. Kapan lagi terdengar keren punya jadwal konsultasi psikologi, apalagi tanpa harus membayar. Tapi apa daya insting saya dengan cepat memutuskan opsi kedua hanya karena malas menunggu lama di ruang tunggu mereka dua minggu lagi.

Sekian cerita kali ini tentang the awesomeness of my psychological consultation.

No comments: