Wednesday, October 05, 2011

3 weeks left (Australian live-cattle export ban to Indonesia)

Antara senang dan se-tress. Minggu kuliah sie tinggal 3 minggu lagi.. senang karna akhirnya beres dengan semua hal ini... stress karna masih ada 3 essays yang due tepat di akhir semester belum terhitung 3 sitting exams yang menunggu seminggu setelah itu.

Secara gw saya masih berkebangsaan yang bebas, bangsa Indonesia (ini teks dimana sie ya..?), gw saya selalu berusaha membawa topik semua essay ke situasi Indonesia. Selain gw karena saya merasa lebih mengenal negara tumpah darah tercinta itu (lebay) juga untuk LEBIH mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di negara yang selalu banyak masalah tapi masyarakatnya hanya peduli masalah artis sahaja.

Essay pertama di bidang economic tentang government intervention ke  market. Saya berniat untuk menulis masalah livecattle export ban ke Indonesia yang sempat terjadi selama sebulan di bulan juli lalu kalau ngga salah. Kenapa sampai di ban? Karena abattoir di Indonesia tidah memperlakukan para cattles dengan berperi kehewanan. Berasal dari video yang ditayangkan ABC yang menggambarkan kekejaman manusia terhadap hewan sebelum di sembelih itu, mereka Australian government langsung malakukan export ban. Menuntut agar rumah potong memperbaiki kondisi nya. Awalnya mereka mengancam akan memberlakukan ban selama 6 bulan. Tapi akhirnya hanya bertahan selama 1 bulan. Kenapa? Apa karena rumah jagal di Indonesia cepat sekali memperbaiki kondisinya?

Bukan saudara-saudara.. Tapi karena para peternak sapi di northern territory merugi sangat berat. Meraka sampe harus menembak sapi2 nya, kalau ngga sapi2 itu juga bakal mati karna kekurangan makanan dan air, sementara mereka ngga punya pasar lagi buat tu sapi (baca disini Revoke Live Cattle Export Ban ). Yang akhirnya mereka (Australia) sendiri juga memiliki masalah di dalam negri tentang animal welfare. Singkirkan masalah animal welfare, yang menjadi pendorong pemerintah Oz untuk tidak memberlakukan ban lagi saya pikir adalah masalah economi. Kerugian terhadap cattle industry mereka sangat besar.

Dan selain masalah animal welfare, livecattle export ban juga didukung oleh masalah economi. Beberapa tahun sebelumnya sudah ada wacana untuk memberhentikan livecattle export (ekspor sapi hidup) to Indonesia. Alasannya? Mereka menganggap bisa merugikan industri pengolahan daging dalam negri Australia. Beberapa study telah dilakukan dan bisa dilihat short report nya disini (live exports to Indonesia). Di report itu juga bilang kalo diberhentikan live export ke Indonesia, dampak ke farmers nya juga ngga besar, tapi in the long-term bakal menguntungkan baik farmers maupun processing industry Australia.

So ya... skali pukul dua lalat mati. Adanya animal wellfare issue jadi senjata Government nya untuk nge-ban live export. tapi ternyata prediksi nya sama sekali tidak terbukti. Atau memang karna farmers dan industry sendiri ngga siap, dan terpenting lagi, mereka ngga punya market nya. Alasan live export adalah karna Indonesia mau daging yang halal, kalau mereka mau process disini, berarti juga harus prepare dengan halal certified abattoir and processing lines nya dunk. Dan mana siap? Indonesia adalah pasar yang besar untuk Australian cattle industry (saya harus mencari literatur berapa besar share market nya mereka di Indonesia)
==> just got it... Indonesia itu pasar buat 80% dari live export cattle from Australia (here: http://www.liveexportcare.com.au/GetTheFacts/AboutLivestockExports/) . See..?? Siapa yang ngga rugi.. Kalo pun kita ngga dapat export dari Oz, masih dapat juga dari negara lain. Tapi kalo Oz ngga export ke Indo, mo dikirim kemana itu yang 80%? ngga bisa ke India dunk... hehe...

Sekarang mari kita lihat dampak nya di Indonesia.
So far saya baru membaca berita-berita yang menggambarkan peternak di Indonesia happy atas export ban ini. tentu saja, karna hal ini bakal jadi incentives ke harga sapi lokal. Tapi kan kita belum melihat ke kerugian di pihak konsumen, apalagi ban itu terjadi sebelum lebaran dimana permintaan akan daging biasanya meningkat. Tetapi dari statement hmm... siapa ya? mentri perdagangan ya..? Indonesia masih memiliki cukup stok buat lebaran. Jadi mari kita anggap untuk sementara pun konsumen tidak dirugikan oleh hal ini. Lagipula, sapi bukan staple food kita, jadi konsumen masih bisa men-subtitue kebutuhan sapi dengan produk lain yang lebih murah.

Ok, so far di pihak producer dan consumer di Indonesia belum ada yang merasa dirugikan dengan export ban ini. At least untuk short period. Bagaimana dengan para distributor live cattle dari Australia ini? Sapi dari Australia yang dikirim hidup2 ke Indonesia itu memiliki batasan berat tersendiri. Selain memperingan pengiriman, juga untuk membuka lapangan kerja di Indonesia. Jadi ada beberapa waktu di Indonesia yang perternaknya menggemukkan para sapi import ini sebelum di jual. Nah... bagaimana nasib mereka para peternak penggemuk ini?

Mungkin mereka dalam jangka pendek akan dirugikan oleh keputusan ini. Tapi Indonesia sendiri sejak beberapa tahun lalu juga merencanakan cattle and beef self-sufficiency (baca disini: cattle and beef self-sufficiency in Indonesia). Self-sufficiency belum tentu selalu merupakan jalan terbaik untuk self-security sie sebenarnya dan belum tentu menguntungkan semua pihak. Tapi sangat berguna jika international market tidak bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan domestik atau untuk kasus export ban seperti ini. Hmm... sebentar.. hubungannya dengan si penggemuk sapi apa ya...? Ya.. maksudnya... masalah lapangan pekerjaan juga bisa teratasi dimasa depan kalu pemerintah meluncurkan program-program untuk mendukung cattle and beef self-sufficiency ini. So... sekali lagi.. Indonesia bisa survive dan tidak terlalu dirugikan oleh masalah export ban ini, malah sangat mendukung target pemerintah. Karna pemerintah ngga perlu melakukan restriction terhadap import yang sangat tidak sesuai dengan semangat free-trade dan WTO rules.

Jadi kesimpulan sementara saya saat ini adalah... Dampak dari Australian export ban secara economics, jauuuuh lebih besar di Australia sendiri dibanding di Indonesia.

Eh.. tadi saya kan berniat menulis tentang 3 essay yang mau due, kenapa jadi bahas panjang lebar 1 essay ini?

Mari kita lanjutkan... Essay berikutnya tentang Climate change policy, hambatan dan tantangan nya di Indonesia. Saya belum memulai membaca dan sama sekali belum punya gambaran apa yang terjadi di negara tercinta itu saat ini.

Sementara essay ketiga... saya sema sekali tidak punya ide tentang apa tugas ini. Berkaitan dengan food safety, sesuatu tentang measures yang harus dilakukan to ensure that you (as industry) deliver safe and high quality food to consumers.  Cuma itu yang ada dikepala, pastinya sama sekali  ngga tau.


No comments: