Friday, June 20, 2014

Thesis dan Mimpi

Ketika saya sibuk lagi dengan thesis, pikiran saya kembali pada mimpi-mimpi saya selama ini. Melihat kebelakang dan tersesat. Ketika seharusnya sibuk dengan thesis, pikiran saya malah kembali sibuk dengan berbagai macam ide yang ingin saya tulis di blog ini. Tentang kemampuan menulis saya yang masih rendah. Bukan dalam hal menulis thesis (walau itu juga), tapi dalam menulis cerita saya di blog ini. Kadang saya iseng dan membaca ulang tulisan saya di blog ini. Dan saya teringat komentar adik saya tentang Trinity Traveler (benar si traveler Indonesia yang terkenal itu), dia bilang cerita trinity itu memang seru, tapi cara dia menulisnya jelek sekali. Dan adek saya yang berkomentar itu adalah seorang penikmat karya sastra yang mencintai karya-karya Pidibaiq. Silahkan yang mau browsing tulisan dua orang itu dan membandingkan nya. Yang pertama isi (content)nya seru tapi cara menulisnya sampah kurang menarik, yang terakhir isinya sampah ga penting, tapi cara menulisnya seru. Yang lebih asik dibaca tentu saja yang terakhir, lebih asik lagi tentunya jika cerita penulis yang pertama di tulis oleh penulis kedua.

Nah.. kembali pada tulisan saya di blog ini, kira-kira isinya seperti karya penulis kedua tapi cara menulisnya seperti penulis pertama. Jadilah sama sekali tidak seru untuk dibaca ulang oleh diri sendiri.

Thesis saya kali ini, tak ubah nya dengan thesis sebelumnya, akan meneliti satu komponen kecil dari isu besar global saat ini. Yah.. sekurang nya saya masih menjadi bagian dari isu global itu, memberikan sedikit kontribusi. Saat saya masih sibuk belajar masalah detil yang nantinya mungkin akan berdampak besar dalam proses pengerjaan thesis saya ini, pikiran saya sudah mulai menggali bagaimana saya bisa "menjual" hal ini di kemudian hari, sebagai buruh demi segepok uang. Dan kemanakah saya masih mau melacurkan diri untuk hidup setelah ini. Apa saya masih mau memperbudak diri didalam ruangan, didepan komputer membaca berbagai hasil penelitian di dunia untuk mengerjakan penelitian saya sendiri, atau saya memperbudak diri di sebuah perusahaan atau organisasi. Pilihan terakhir baru saja muncul... atau mengabdikan diri untuk kebaikan bersama. Tapi yang terakhir itu sunggung tak nyata. Pilihan pertama dan kedua pun bisa dilihat sebagai pengambdian diri untuk kebaikan bersama juga.

Mimpi saya dari dulu adalah menjadi penulis best seller. Tapi saya pencinta fiksi, dengan naga dan monster, dan dwarf, dan elf nya. Jika saya menulis sesuatu yang seperti itu apa memberikan manfaat? Atau jika saya menuliskan suatu cerita imajinasi setengah nyata yang menuliskan cerita hidup saya yang menarik dan mempesona misalnya, apa itu juga akan memberi manfaat bagi yang lain? Yang membuat anak-anak kampung berniat untuk melanglang buana ke luar negri, tapi terus untuk apa?

Racun travelling bagi anak Indonesia sepertinya sudah cukup besar. Saya mengikuti beberapa group backpacker di fb dan melihat beberapa orang yang berniat dan bermimpi jalan keluar negri dengan segala cara, tapi setelah itu untuk apa? Ya itu bagus untuk membangun mimpi, tapi apa setelah mimpi itu tercapai?

Mendengar argumen saya diatas, mengingatkan saya pada seorang sahabat saya. Dia mengatakan "ngapain?" pada mimpi saya yang ingin travelling ke beberapa negara. Sementara dia content dengan profesi IRT nya mengasuh anak dan mengabdi kepada suami. Mimpinya adalah naik haji, dan telah dia laksanakan. Sama seperti saya yang telah mencapai mimpi saya menjelajahi beberapa negara.

Dan setelah itu apa....??

Conclusion: I need to find another dream

No comments: