Monday, February 11, 2013

Menyingkap Kabut di Negeri Empat Musim #52 : Time Flies…


#52-13, 21 May 13.04 AEST


Vie memandang keluar jendela tram 19 yang tengah menapaki perlahan Royal Parade Street. Beberapa stop lagi menuju university nya. Pemandangan telah berubah dari toko-toko sepanjang Sydney road menjadi barisan rapi pepohonan yang daunnya telah berubah menjadi kuning dan berguguran. Autumn di Melbourne. Matahari bersinar terik dan orang-orang berjalan cepat dengan sedikit membungkuk ,memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong jaket dan rambut berkibar di tiup angin bersuhu 14 C. Dua orang polisi berseragam terlihat mengayuh santai sepedanya sejajar sambil bercakap di lintasan Princes Park. Dan seperti yang dia harapkan, matanya menangkap bayangan yang di carinya di track taman itu. Pelari. Kali ini hanya seorang. Seorang yang barangkali sangat konsisten dengan jadwal larinya, atau seseorang yang memutuskan untuk jogging setelah melihat terik matahari dari dalam rumahnya tanpa menyadari bahwa udara sangat dingin. Tapi barangkali dia jadi tidak merasa dingin ketika berlari.

Berlalu.. 3 stop lagi menuju universitasnya. Pepohonan di kiri-kanan jalan yang terlihat berjajar rapi sangat menyentak pikiran. Dan sebungkah rasa entah apa menyelip di hatinya. Vie ingin mengabadikannya. Ingin mengajak adik nya yang hobi fotografi untuk mengabadikan barisan pohon berkepala kuning dengan tumpukan daun coklat kemerahan yang telah gugur di dasarnya. Dan barisan pohon itu. Ada sesuatu yang mengganggu tentang kerapian ini. Berbaris, kuning, menjajari jalan dengan lintasan tram di tengah. Sebenarnya apa yang membuat Vie begitu terobsesi dengan pohon yang berjajar rapi ini? Entah lah. Mungkin karena kerapiannya? Huh… mengapa aku masih memikirkan tentang pepohonan ini…

“We are so lucky, right…?”

Arms, yang duduk disebelahku bersuara mengaget kan. Aku dan Arms baru saja kembali dari melihat sebuah unit di daerah coburg, hanya beda 2 stop tram dari rumah ku sekarang. Kontrak akomodasi kami sama-sama akan berakhir di bulan Juni, dan kami memutuskan untuk sharing.

***

"For free...??" aku dan Arms serempak bertanya dengan nada tak percaya, sementara Ningsih dan Diana, mahasiswa Indonesia yang hampir menyelesaikan Master nya dan akan pulang kembali ke Indonesia for good bulan depan, menjelaskan dengan santai nyaris tanpa semangat..

"Ya... Karna kita juga dapat semua furniture ini dari mahasiswa Indo yang nempatin unit ini sebelum aku. Dia juga take over dari yang sebelum nya... Mahasiswa Indo juga.. hehe... Hmm.. kalo ngga salah dia take over semua barang dari sebelum nya $300, aku take over dari dia $150... dan buat kalian.. ya... free aja.. lagian kita ngga mau repot ngosongin unit ini buat balikin ke agent nya..."

"Wah.. makasih... kemaren kita udah pusing mikirin nyari and ngangkut kasur dan barang2 penting lainnya kalo pindahan... Yakin ini free mbak..?"

"Iya.. Bed sie udah pasti ada ya... nie, kulkas nya gede khan, itu tv, ada laundry machine, itu printer kalo mau... tapi ada beberapa barang yang bukan punya aku nie, bakal diambil lagi sama yang punya. Itu microvawe buat kalian, toaster, oya ada sepeda juga di bawah.."

"Sepeda juga...? Wow.."

"Iya, kita ngga mau repot"

Diana dan Ningsih saling menimpali memberi penjelasan tentang segala hal di unit 2 kamar yang memiliki living room dan dapur yang cukup lega ini.

Aku membayangkan pasti Tunga akan terkagum-kagum mendengar barang2 lengkap hasil lungsuran gratis itu. Karna dulu aku masih ingat bagaimana repotnya dia pertama kali pindah ke unit kosong melompong. Barang-barang kecil seperti sendok, garpu, gelas dan perkakas nya cukup merepotkan selain barang-barang-wajib-ada yang besar-besar. Memang kebanyakan mahasiswa tidak akan membeli baru, bisa diperoleh dari pinggir jalan atau garage sale atau membeli murah bahkan lungsuran dari teman-teman yang akan balik ke Indonesia, tapi tetap membutuhkan biaya (yang bahkan kadang lebih mahal dari harga beli) untuk biaya transpor nya. Dan sekarang aku dan Arms memperoleh semua yang dibutuhkan lengkap di dalam rumah itu FOR FREE..! Pastinya kami tidak melewatkan kesempatan ini walaupun lokasi unit ini cukup jauh dari University, tapi akses ke uni sangat gampang. Jadi tak masalah.

***
“Yaa… we are so lucky…” ucapku menyetujui. Dan kami kembali terdiam dalam pikiran masing-masing.

Tanpa terasa satu semester hampir berakhir. Tinggal seminggu lagi, dan kesibukannya telah jauh meningkat semenjak sebulan yang lalu. Belajar, belajar dan belajar. Saat ini Vie sedikit bernafas lega, tinggal satu assignment lagi yang harus dia selesaikan. Masih ada waktu seminggu lagi dan dia telah mengerjakan separuh. Vie merasa telah mulai terbiasa dengan ritme yang dijalani nya saat ini. Hanya 3 hari menghadiri kelas, masing-masing hanya 2 jam. Dan butuh berhari-hari belajar dan membaca untuk mengerjakan essay 3000 kata atau mempersiapkan presentasi. Vie tidak lagi kaget dengan feed back yang kadang melebihi harapannya atau malah jauh dibawah harapannya. Ketegangan telah mulai mencair. Dan waktu berlalu tanpa jejak.

No comments: