Itu tram nya..!! Dengen gerakan terseok pelan seperti kelebihan beban, tram no 19 dari arah city menuju north coburg terlihat bergerak mendekat. Dan Vie kembali memencet ulang tombol lampu penyeberangan walau dia tahu tidak akan mempercepat bergantinya traffic light, hanya bahasa ketidaksabaran. Dua orang pelajar disebelahnya sedang berbicara cepat dalam bahasa yang tidak dia mengerti. Satu lirikan cepat, Vie langsung menyimpulkan; Cina. Tapi kemaren pun dia menyangka Kim, Tunga, Rimzi dan Bun dari Cina, padahal mereka dari Vietnam, Mongol, Bhutan dan Laos. Bahkan seringkali dia berpapasan dengan segerombolan pelajar yang terlihat sangat Cina, tapi berbincang dalam bahasa Indonesia.

Suara lampu penyeberangan yang telah hijau memusatkan kembali perhatian Vie pada usahanya mengejar tram 19. Cuaca lumayan bersahabat hari ini di Melbourne. Matahari cerah, tapi udara masih dingin. Tram nya penuh, seperti yang sudah dia duga. Biasanya penumpang akan jauh berkurang setengah jalan menuju kediamannya yang menjadi “kampung” nya pelajar Indonesia; kampung Brunswick. Suara dalam berbagai bahasa terdengar mendengung. Dan setengah tak percaya Vie menemukan kursi kosong. Menghadap kedepan dan tidak ada seorangpun yang duduk di dua space yang ada, walau diseberangnya segerombolan "bule" Ozi dengan pakaian kantoran asik ngobrol sambil berdiri. Aneh.

Ada sesuatu kah dikursinya? Tak banyak waktu untuk berpikir, gerakan tram yang menghentak maju, mendorong Vie mendekat ke kursi kosong di tengah keramaian itu. Sekilas pengamatan, tidak ada yang aneh dengan kursinya. Sudahlah.. barangkali orang-orang itu memang ingin ngobrol dengan teman-temannya, pikir Vie walau dia sendiri masih kurang mempercayai pendapat ini. Vie menghempaskan tubuh lelahnya di kursi dan bergeser mengambil posisi ke dekat jendela. Pelajar Cina (atau sepertinya Cina) yang ternyata juga naik tram ini pun tak berminat duduk di kursi kosong di sebelahnya. Pikiran Vie masih terpusat pada keanehan kursi yang telah dia tempati ini, dan sebelum dia sempat melayangkan pandangan ke dua orang yang duduk tepat didepan dan berhadapan dengannya, Vie menemukan jawaban. Dan terbukti ketika dia mengangkat kepala, menatap pasangan di depannya.

Ketika sepasang manusia mengumbar kemesraan di depan publik, ternyata bukan hanya hal yang berat bagi kita yang tidak biasa melihat hal seperti itu. Semua orang yang tidak terlibat dalam kegiatan pamer emosi itu pasti merasa risih. Hal yang mungkin dilakukan adalah ikut terlibat..(haha), menikmati.. (bisakah?), atau pergi menghindar. Dan ini bukan untuk pertama kalinya Vie melihat orang-orang memilih untuk menghindar. Akan lebih susah menghindari ekspos emosi ini di kereta, atau tram. Vie pernah melihat di kereta orang-orang tidak mau duduk di dekat sepasang anak muda yang sedang bermesraan, dan untungnya kereta itu sedang tidak ramai sehingga banyak pilihat tempat duduk yang bisa menghindari pemandangan itu. Dan sekarang? Vie tepat terjebak di dalam tram yang penuh sesak. Jawaban keanehan kursi kosong di tengah keramaian terungkap sudah. Tak ada pilihan lagi, lorong telah dipenuhi penumpang yang berdiri. Vie mengumpati dirinya yang hanya berfokus mencari keanehan pada kursi kosong, dan sama sekali tidak memperhatikan apa yang ada di depannya. Tapi tadi ketika Vie berjalan kearah kursi ini, dia tidak dapat melihat pasangan ini karena mereka membelakangi nya, dan sekarang mereka tepat berhadapan dengannya yang masih melongo menemukan jawaban dan terlambat untuk menghindar.

Baiklah.. mari kita gunakan opsi lain yang masih rasional; menikmati? Agak berat sepertinya di situasi seperti ini. Hmm... maksud ku... Sekali lagi sepertinya dua orang ini Cina. Yang perempuan masih muda, dan yang laki-laki mungkin akan aku anggap seperti ayah yang sedang mengantar anaknya yang ingin kuliah di negri orang, seandainya adegan yang mereka pertontonkan tidak melebihi hubungan ayah dan anak. Weks.. Percakapan dengan suara rendah dalam bahasa yang tidak aku mengerti (dan sekali lagi, sepertinya bahasa cina..hehe). Coret kemungkinan pemandangan ini bisa dinikmati, ini malah terlihat menjijik-an. Ayah dan anak?? C’mon.. Dia lebih pantas menjadi ayah mu..!

Tapi kemudian aku mencuri pandang lagi pada si perempuan, mencari gambaran apakah mungkin usia nya jauh melebihi penampilannya yang masih terlihat sangat muda. Aku mencari tanda2 kerutan di leher atau di sudut mata, atau garis wajah yang mungkin menunjukkan tanda-tanda kedewasaan kalu tak mau aku bilang ke-tua-an. Tapi negatif... dia masih sangat muda, mungkin seumuran dengan aku, kalau tidak jauh lebih muda. Kecuali jika dia memiliki resep tradisional yang sangat mujarab atau dokter kulit yang sangat ahli. Untuk kedua kemungkinan itu, seharusnya dia bisa menjadi pengusaha sukses dengan memasarkan ramuan ajaib nya atau banyak wanita lain yang telah mengantri di dokter kulit langganannya.

Mari kita lihat si “ayah”, mungkin kah karena terlalu banyak pikiran membuat penampilannya jauh terlihat lebih tua dari umur sebenarnya. Hmm...hm... tua..tua..tua.. Positif. Dari penampilan fisik sampai gaya pakaian dan pembawaan. Tua.Titik. Memang pantas menjadi ayah nya.

Nah... ternyata aku cukup menikmati duduk tepat di depan pasangan ini. Bukan dalam konteks menikmati adegan pamer emosi yang mereka pertontonkan. Dan satu pikiran lagi menyentak di kepala ku. Aku bisa memahami ketika melihat sepasang anak muda yang bermesraan di muka umum. Mungkin mereka tidak pernah merasa waktunya cukup untuk berdua, atau mereka masih sangat excited dengan hubungan mereka. Tapi untuk pasangan yang sudah lama.. Apa masih relevan alasan tersebut? Ah.. sudahlah... Nanti aku kembali membuat asumsi lain untuk pasangan ini, selain menuduh mereka ayah-anak.

Vie menghentikan penelaahan terhadap pasangan di depannya. Untuk sesaat dia menyadari kelelahan yang menggelayuti sekujur tubuh nya. Kuliah intensif dari jam 9 pagi sampai 5 sore ini sangat menguras tenaga dan pikiran.

Seharusnya aku tidak hanya tertawa ketika membaca edensor, sewaktu Andrea Hirata menggambarkan sekelompok pelajar yang selalu duduk di barisan paling depan dengan alat perekam mereka. Nilai IELTS diatas 7 tidak memberi jaminan sama sekali bahwa kita dapat mengerti. Lupakan rekaman suara jernih dan jelas dari soal listening. Disini para Ozi berbicara dengan logat yang aneh dan malas mengucapkan kalimat yang panjang.

“Hai... Haw wa yah?” (baca: “hi.. how are you?” –crazy!) adalah greeting yang setiap saat mereka gunakan. Lupakan good morning, good afternoon, dan kawanannya.

Untung nya dosen-dosen disini pun berasal dari berbagai penjuru dunia. Tapi entahlah.. aku tidak bisa memutuskan ini suatu keuntungan atau tidak. Mungkin sangat menguntungkan saat salah seorang dosen ku berasal dari Canada, karena dengan gampang aku bisa mengerti semua ucapannya (masih ucapan, bukan isi pelajarannya..haha..) walau gaya sinisnya terasa sangat berbeda dengan gaya kebanyakan Ozi yang sangat sopan. Tapi Profesor yang mengajar tadi (sekali lagi) dari Cina. Kali ini aku pasti tentang asal nya, karena dia mengakui nya. Dan juga mengakui aksennya yang sangat kental dan berbicara dengan sangat pelan. Tapi tetap membutuh kan lima detik tambahan untuk mengerti apa yang dia maksud, terutama saat dia melemparkan pertanyaan. Bahkan pertanyaan tidak penting seperti; “Siapa yang sudah pernah mempelajari subjek ini sebelumnya?” membutuhkan kesenyapan 5 detik (yang terasa sangat lama) sebelum beberapa tangan terangkat.

Dan James yang duduk diseberang kelas tanpa suara berucap “I don’t know what he’s talking about..” dengan ekspresi setengah geli dan putus asa. Tapi ketika kelas akan berakhir dan sekali lagi sang Professor meminta maaf akan aksen nya, dan bertanya apakah pelajarannya bisa dimengerti? Seisi kelas dengan sopannya mengangguk dan menunduk sambil menggumam “yes”. Seperti nya semua bertekad untuk mempelajari sendiri dari slide yang ada dan text book yang di rekomendasikan daripada mendengar ulang lagi dengan aksen bahasa yang sama.

Pasangan didepan aku berisik dan kasak-kusuk membuyarkan lamunan sesaat. Mereka mengamati tram stop, dan aku menyadari kepadatan tram telah berkurang. Ternyata tram telah memasuki Sydney Road yang di kiri kanan jalannya di padati dengan berbagai macam toko yang realatif lebih murah. Dari variety shop (atau toko Cina) sampai outlet Harley Davidson. Satu anggukan pasti, dan pasanagan itu berdiri untuk keluar di stop berikutnya. Para Ozi yang tadi berdiri, bergerak menempati kursi-kursi kosong di samping dan depanku. Tersenyum sambil melantunkan “Sorry” saat kaki jenjangnya tanpa sengaja menyenggol kaki ku..

“No worries” lantunan balasan keluar dari mulut ku, reflek dengan senyum. Bahasa basa-basi kesopanan wajib berikutnya. Sudah setengah jalan menuju kediaman SEMENTARA ku.