Menyingkap Kabut di Negeri Empat Musim #52 : Help Me...
#52-17, 25 July 2010 22.52 AEST
Tolonglah.. Vie meratap. Pikirannya kalut. Semua hal yang dipikirnya telah menjadi masa lalu sekarang kembali mewujud menghantui dan merusak harinya. Hari ini cuaca sangat bagus dan tidak terlalu dingin. Matahari bersinar cerah dan sama sekali tidak ada nuansa winter seandainya pohon-pohon bisu yang berjejer ditepi jalan itu tidak kering meranggas botak tanpa sehelaipun daun. Ini hari yang cerah. Berkebalikan dengan suasana hatinya.
Tempat kita hidup hanya background. Kehidupan itu tak ada bedanya. Baik di negri empat musim, dua musim atau pun tak bermusim. Di negara yang dikelompokkan maju dan tidak maju yang dibuai dalam harapan sedang berkembang, kehidupan itu sama. Negeri empat musim tak bisa mengobati hati Vie. Negeri empat musim tak bisa menggembirakan jiwa nya. Negeri empat musim tak menghindarkannya dari masalah kehidupan. Negeri empat musim hanya menambah beban pikirannya untuk bertahan melewati musim yang tak bersahabat.
Bahagia, sedih, gembira, marah itu hanya rasa di hati, di dalam diri. Tak peduli dimanapun tempatmu berada, di lobang tikus atau di istana raja, semua sama. Dan Vie hanya bisa menarikan lebih cepat jemari nya di keyboard. Berusaha menumpahkan semua sesal dan amarah nya dalam rangkaian kata tak tertata. Seseorang di seberang sana mengerti. Walo tulisannya kadang tak menceritakan jelas apa yang ingin dia bagi. Seseorang diseberang sana mencoba mengerti. Dan seorang lagi tak pernah bisa Vie mengerti, sebesar apapun usahanya mencoba untuk mengerti. Hingga jiwa nya berontak dan tak bisa lagi bertahan. Hingga logika berperang dengan perasaan dan mengkhianati tubuhnya yang penat.
Ingin Vie untuk menghentikan perseturuan hingga disini. Dengan mengikuti kemauan hati atau memilih logikanya. Tapi tak ada yang mau mengalah. Hatinya tak mau menerima saat logika mengulas ribuan fakta dan data, lengkap dengan rekaman jelas semua peristiwa. Hatinya hanya mampu mengiba merasa. Makin menggumulkan segala rasa; benci, kecewa, marah, sedih, duka, tak percaya dan nestapa. Logika menyatakan diri tak mampu untuk menanggung semua rasa itu. Berilah sedikit gembira. Sekurangnya untuk hari ini yang cukup cerah ini. Berilah sedikit bahagia, sekurangnya untuk lezatnya secangkir air pelepas dahaga tadi. Dan hatinya hanya berkerut bergumul dengan semua rasa kecuali gembira dan bahagia.
Dan Vie hanya bisa meratap. Berusaha mencari sasaran pelepasan nestapa nya. Mencari sang sumber pembuat derita dan menimpakan semua kesalahan padanya. Menghina, menjatuhkan, menuduh, menghakimi, dan mengumbar semua aib nya. Berharap dapat mengurangi deritanya semula, dan menambahkan rasa puas di hati. Tapi Vie tak memperolehnya. Tak ada puas, jangankan gembira dan bahagia. Hanya mengganti derita dengan nestapa dan disisipi pedih. Cukup lah sampai disini. Apa diam bisa membantu ku? Mengurung diri dalam sepi dan hanya diri sendiri.
Mungkin sebaiknya tidur saja. Menyambut gelap tanpa rasa dan logika. Dan Vie bergerak mematikan semua lampu kamarnya. Membelalak dalam gelap menyambut kesunyian semantara tanpa peperangan antara rasa dan logika.
No comments:
Post a Comment