Vie melotot tanpa bergerak ke layar laptop tuanya. Besok assignment 1 harus masuk, assignment yang setiap hari bertengger di kepalanya. Dari yang sama sekali tidak mengerti dengan beribu pertanyaan tak henti bernyanyi dikepalanya tentang mengapa begini, apa maksudnya yang itu, hingga sekarang semua telah menyatu melantunkan nada yang harmoni. Senangnya bisa memahami. Dan sekarang dia menghadapi masalah baru. Merumuskannya dalam rangkaian tulisan singkat yag dapat dimengerti orang lain. Satu jam dan 2 paragraf terukir dengan beribu cacat. Dan dia butuh pengalihan. Satu lagi assignment untuk minggu depan belum disentuhnya. Keputusan untuk hanya berkonsentrasi pada yang satu ini dan sama sekali tidak melirik tugas satunya tetap membisikkan kekhawatiran di benaknya yang telah lelah. Tapi tak ada pilihan lain, satu pun kemajuannya sangat mengerikan, lebih lambat dari laju tram yang terseok dipenuhi penumpang.

Keinginan kuat untuk mengalihkan tarian jemari di keyboard nya dari tugas ke catatan hari ini sangat menggoda. Dan seperti biasa dia menyerah. Menikmati dengan tenang saat jemarinya menari mengetikkan rangkaian kata tanpa perlu berpikir. Sepi. Tak ada emosi. Hanya ingin menulis tentang kisahnya kemaren dengan dua sahabat dari belahan bumi yang berbeda. Tentang rencana-rencana liburan bersama mereka di summer holiday. Saat banyak tugas menanti di depan mata, rencana tentang liburan yang masih sangat jauh setelahnya cukup membantu untuk sementara mengalihkan pikiran dan sedikit memotivasi.

Tunga kemaren mengundang makan siang di apartement nya. Kali ini selain Vie, Tunga juga mengajak Arms yang berasal dari Maldives, sebuah negara yang menurut wikipedia adalah yang terkecil di Asia. Vie menggunakan Google Maps untuk melihat negara kepulauan ini. Dan dengan skala 200km pun dia hanya menemukan titik nama negara itu di tengah laut selatan india. Arms sering kali dituduh sebagai orang Malaysia atau Indonesia, karena dia memang tidak ada bedanya dengan penampilan penduduk dari dua negara itu. Dari Malaysia terutama, karena kebanyakan mahasiswa Indonesia disini putih-putih dengan mata sipit, bukan mahasiswa Indonesia kere yang mengandalkan beasiswa tentunya yang aku maksud. Dan Arms bisa sedikit mengerti bahasa Malay (demikian dia bilang) karena menamatkan S1 nya di Brunei.

Vie datang ke apartement Tunga dengan membawa sekotak mie goreng instan yang disukai Arms dan Tunga sangat ingin tau tentang makanan ini.. haha... Sementara Arms datang dengan perlengkapan membuat custard fruit+cake terkenalnya. Dan Tunga yang suami dan anak 9 tahun nya telah datang kesini, mempersiapkan makanan khas Mongol nya. Yang tak beda dengan pastel tapi hanya diisi daging cincang tanpa sayuran.. (dia membuat 2 versi; dengan daging halal dan daging biasa). Jadi seperti itulah.. Vie sangat mensyukuri pilihannya untuk membawa sekotak mie goreng karena pastel hanya seperti cemilan baginya, bukan makan siang. Arms dengan piawai ala master membuat dessert andalannya dan dengan sukses menjadikan Vie asisten yang dengan patuh menuruti perintah sang master untuk mengaduk adonan custard yang makin lama makin menggeliat mengental diatas api tak kasat mata. Dan seperti para master masakan lainnya, tidak ada takaran yang digunakan. Tak ada sendok atau literan untuk mengukur. Hanya feeling sang master untuk menambahkan gula, susu, tepung custard dan air hingga sukup untuk sekaleng buah campuran.

Itu kemaren. Dan sekarang Vie kembali dengan rutinitas harian nya. Duduk di depan laptop, memikirkan tugas nya dan membuka facebook, forum ikastara, email dan hal tidak pening lainnya untuk memunda dan mengalihkan perhatian dari tugas yang seharusnya dia kerjakan. Desakan untuk kembali menekuni tugas nya menggema di kepala Vie, berukut aliran adrenalin ke seluruh tubuh karena waktu untuk mengumpulkannya telah semakin dekat. Dan jemarinya masih lincah menari menulis kisah hari ini. Masih banyak hal yang ingin dia tulis; tentang barang-barang disini, dari kelontong hingga branded yang semua made in China, tentang bagaimana dia mengecek baju-baju yang dibawanya dari Indonesia sekedar mencari tahu di buat di manakah baju-baju itu, tentang ramalan menggunakan tulang (entah apa) dirumah Tunga kemaren. Tentang anak laki-laki Tunga yang terlihat lebih menyukainya dibanding Arms. Tentang mereka yang berjalan cukup jauh ke sebuah lokasi "Direct Factory Outlet", tentang dirinya yang terpaksa menghabiskan cukup banyak uang hanya untuk beberapa lembar baju. Tentang mimpi dan harapannya, dan tentang semua hal yang bisa mengalihkan pikiran nya dari tugas ini.

Tapi di kenyataannya, Vie harus kembali menekuni tugasnya. Harus mengalihkan kesenangan dan kelincahan menulis kata-kata ke tugas yang akan dikumpul besok.